Nama : Seno Priyo Handoyo
NPM : 36416909
Universitas : Universitas Gunadarma
Dosen : Ahmad Nasher S.I.Kom,MM
Definisi politik
Definisi dan makna politik secara umum yaitu sebuah tahapan dimana untuk
membentuk atau membangun posisi-posisi kekuasaan didalam masyarakat yang
berguna sebagai pengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan kondisi
masyarakat. Kata politik ini berasal dari
bahasa Yunani yaitu polis dan teta. Arti
dari kata polis sendiri yatu kota/Negara sedangkan untuk kata teta mempunyai
arti urusan.
Pandangan definisi dari para ahli terkait dengan politik.
1. Aristoteles
Usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama.
2. Joice Mitchel
Politik adalah pengambilan keputusan
kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.
3. Roger F. Soltau
Bermacam-macam kegiatan yang menyangkut
penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan itu. Menurutnya politik membuat
konsep-konsep pokok tentang negara (state), kekuasaan (power), pengambilan
keputusan (decision marking), kebijaksanaan (policy of beleid), dan pembagian
(distribution) atau alokasi (allocation).
4. Johan Kaspar
Bluntchli
Ilmu politik memerhatikan masalah
kenagaraan yang mencakup paham, situasi, dan kondisi negara yang bersifat
penting.
5. Hans Kelsen
Dia mengatakan bahwa politik mempunyai dua arti, yaitu sebagai berikut.
a. Politik sebagai etik, yakni berkenaan dengan tujuan
manusia atau individu agar tetap hidup secara sempurna.
b. Politik sebagai teknik, yakni berkenaan dengan cara
(teknik) manusia atau individu untuk mencapai tujuan.
Jika dilihat secara Etimologis yaitu kata "politik"
ini masih memiliki keterkaitan dengan kata-kata seperti "polisi" dan
"kebijakan". Melihat kata "kebijakan" tadi maka
"politik" berhubungan erat dengan perilaku-perilaku yang terkait
dengan suatu pembuatan kebijakan. Sehingga "politisi" adalah orang
yang mempelajari, menekuni, mempraktekkan perilaku-perilaku didalam politik
tersebut. Oleh karena itu
secara garis besar definisi atau makna dari "POLITIK" ini adalah
sebuah perilaku atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan
kebijakan-kebijakan dalam tatanan Negara agar dapat merealisasikan cita-cita
Negara sesungguhnya, sehingga mampu membangun dan membentuk Negara sesuai rules agar
kebahagian bersama didalam masyarakat disebuah Negara tersebut lebih mudah
tercapai.
Contoh kasus politik
Kasus Suap Bupati Klaten
Operasi tangkap tangan KPK terhadap Bupati Klaten Sri Hartini
serta tujuh orang lainnya, menurut pengamat, membuktikan kaitan erat dan
signifikan antara dinasti politik dan korupsi, namun hal ini dibantah oleh
Gubernur Jawa Tengah dan kader PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo.
Bupati Klaten Sri Hartini yang juga adalah kader PDI
Perjuangan dituduh menerima suap terkait promosi jabatan dalam pengisian
susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah seperti diatur
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Dari rumah dinas Sri Hartini, KPK mengamankan uang sekitar
Rp2 miliar dan pecahan mata uang asing US$5.700 dan SGD2.035, selain juga
catatan penerimaan uang.
KPK juga mengamankan Suramlan alias SUL, Kepala Seksi SMP
Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, yang diduga berperan sebagai pemberi suap.
Mendiang suami Sri Hartini, Haryanto Wibowo, pernah menjabat
bupati Klaten pada periode 2000-2005, dan Sri Hartini sebelumnya pernah
menjabat sebagai wakil bupati Klaten, serta pernah menjadi ketua DPC PDIP
Klaten periode 2006-2010 dan bendahara DPD PDIP Jawa Tengah periode 2010-2015.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem) Titi Anggraini menilai bahwa dinasti politik di Indonesia adalah
salah satu upaya untuk melanggengkan kekuasaan.
"Dinasti politik di Indonesia dan kaitannya dengan
korupsi, agak signifikan, kalau tidak bisa dikatakan relatif signifikan,
kaitannya dengan korupsi. Karena memang karakter dinasti politik di Indonesia,
dia hadir dengan mengabaikan integritas, kompetensi, dan kapasitas, ketika
mereka dinominasikan untuk merebut suatu kekuasaan atau sebuah posisi
publik," kata Titi.
Alhasil, mereka yang diajukan sebagai calon kepala daerah
dari dinasti politik, menurut Titi, tak melalui proses kaderisasi, rekrutmen
yang demokratis, atau proses penempaan aktivitas politik yang terencana,
sehingga kandidat yang muncul pun sekadar 'untuk memperkokoh kekuasaan'.
- · Bergantian menjabat
Mendiang suami Sri Hartini, Haryanto Wibowo, pernah menjabat
bupati Klaten pada periode 2000-2005. Pada dua periode perikutnya, yaitu
2005-2010 dan 2010-2015, Sunarna yang menjabat bupati dengan Sri Hartini
sebagai wakilnya.
Kemudian setelah Sunarna selesai menjabat dua periode dan tak
bisa maju lagi, 'giliran' Sri Hartini yang naik sebagai bupati dan posisi wakil
bupati diisi oleh istri Sunarna, Sri Mulyani. Pasangan Sri Hartini-Sri Mulyani
rencananya akan menjabat sebagai pasangan bupati dan wakil bupati dari
2016-2021 nanti.
Ketika kompetensi Sri Hartini sebagai bupati ditanyakan
kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dia menjawab, "Dia menang kok.
Di Indonesia pasangan (kepala daerah-wakil kepala daerah) perempuan-perempuan
sangat sedikit, dan dia menang."
"Artinya apa? Dengan segala catatan yang dimiliki oleh
publik, dia menang. Orang boleh suka, boleh tidak suka, boleh analisis
macam-macam, dia menang. Jadi kalau dia menang, artinya dia terbaik atau tidak?
Sebenarnya itu saja yang ingin kita sampaikan," jelas Ganjar.
Ganjar, yang juga berasal dari partai yang sama dengan Sri
Hartini, membantah bahwa dalam kasus bupati Klaten, dinasti politik pasti akan
terkait dengan korupsi.
"Orang mau korupsi itu, menurut saya, tidak ada urusan
sama itu keluarga, bahwa ada kecenderungan-kecenderungan, potensi-potensi,
sangat mungkin semuanya terjadi. Adakah analisis yang sekarang bisa kita
munculkan, apakah yang setelah suaminya, istrinya (menjabat) itu, kita berani
menganalisis dia akan korupsi, atau dia tidak tidak akan korupsi? Fifty-fifty,"
kata Ganjar.
Tetapi, menurut Titi, sering terpilihnya kandidat dari
keluarga petahana tak bisa sepenuhnya 'disalahkan' pada pemilih.
Alasannya, pemilih sekadar menerima calon yang disodorkan
oleh partai politik. "Tidak ada kuasa si pemilih untuk mengintervensi
proses pencalonan yang ada di partai politik".
Selain itu, menurut Titi, calon yang menjadi kompetitor bagi
anggota dinasti politik tersebut juga tidak lebih baik.
"Cenderung partai-partai menurunkan calon untuk melawan
dinasti politik, lewat proses pencalonan instan dan tidak mengakar, sementara
calon dari dinasti politik sudah sangat solid, sudah sangat mengakar, dan sudah
mempersiapkan untuk melanggengkan kekuasaan sejak lama," ujar Titi.
"Di Klaten itu kan istrinya ya (yang menjadi bupati),
yang selalu terlibat, berinteraksi dengan aktivitas-aktivitas suaminya,
berelasi dengan PNS, di ruang-ruang publik, ini kemudian mereka memiliki
keunggulan dari sisi popularitas, modal sosial, dan akses kekuasaan. Apalagi
partai politik memang dikuasai juga oleh dinasti politik," tambah Titi.
Sedangkan calon perseorangan juga tak bisa jadi alternatif
bagi para pemilih, karena beratnya syarat untuk maju menjadi calon independen.
Titi menyayangkan langkah Mahkamah Konstitusi yang pada 2015
lalu membatalkan aturan terkait kerabat petahana dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang awalnya bertujuan membatasi
dinasti politik.
Dalam pasal 7 huruf R UU itu, seseorang yang mempunyai
hubungan darah atau ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat
lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua,
paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, tidak boleh maju menjadi calon
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil
wali kota kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.
Namun, menurutnya, ada aturan lain yang bisa digunakan untuk
membatasi 'mengguritanya dinasti politik', yaitu lewat mempermudah syarat bagi
calon independen untuk maju atau dengan melibatkan anggota partai untuk
terlibat dalam pemilihan internal terhadap calon kepala daerah, sedangkan
sementara ini penentuan kandidat calon kepala daerah dari suatu partai politik
seringnya hanya melibatkan elite.
PDI Perjuangan sudah memecat Sri Hartini dari kader partai
sebagai sanksi setelah tertangkap tangan oleh KPK.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan,
tindakan Sri Hartini tersebut sangat tidak pantas dan PDI-P juga meminta maaf
atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh Hartini.
- · Lelang jabatan
Sementara itu, terkait penangkapan tangan Bupati Klaten Sri
Hartini, juru bicara KPK Febri Diansyah meminta agar Kementerian Dalam Negeri
mencermati proses pengisian jabatan bagi pejabat di tingkat daerah.
Pasalnya, ini adalah untuk pertama kalinya suap terkait
penempatan jabatan oleh kepala daerah yang terungkap dan ditangani oleh KPK.
"Dan ternyata nilainya cukup signifikan," kata
Febri.
Selama ini, menurut Febri, tindak korupsi yang banyak
dilakukan oleh kepala daerah biasanya terkait dengan pengesahan APBD.
"Apakah misalnya nanti dibutuhkan sebuah aturan agar
dalam pengisian jabatan tersebut harus ada proses yang transparan, akuntabel.
Jadi lelang jabatan yang dilakukan itu dalam konsep kompetensinya diukur,
indikatornya jelas, dan bahkan melibatkan pihak yang independen. Nah sekarang
dalam kasus ini, indikasi yang kita dapatkan tidak demikian, dan aturannya
tidak terlihat belum cukup jelas untuk bisa diterapkan lebih lanjut," kata
Febri.
Menurut Febri, jika pejabat yang dilantik sebelumnya sudah
membayar uang, maka akan sangat kecil kemungkinan pejabat tersebut akan
betul-betuk melayani masyarakat. "Dan justru relasi korupsi akan lebih
solid di daerah tersebut," tambahnya.
KPK, menurut Febri, juga sudah mendapat informasi adanya
sejumlah pemberian uang suap dalam rentang waktu penyelidikan mereka, sehingga
mereka akan mendalami lebih lanjut indikasi dugaan suap yang diberikan oleh
pejabat-pejabat lain di Kabupaten Klaten kepada bupati.
Selain itu, KPK juga mengkhawatirkan bahwa modus ini tidak
hanya terjadi di Klaten, karena Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah dan pengisian susunan organisasi dan tata kerja
organisasi perangkat daerah berlaku secara nasional.
"Kami imbau ke masyarakat untuk melapor ke KPK atau tim
saber pungli kalau ada indikasi-indikasi jual beli jabatan," katanya.
Menanggapi ini, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Doddy
Riatmaji mengatakan bahwa proses lelang jabatan 'pasti' sudah terjadi 'karena
sudah undang-undangnya'.
"Artinya, pada saat untuk pengisian jabatan untuk eselon
1 dan 2 itu kan sudah memang harus dilakukan open bidding, lelang jabatan
itu menjadi kewajiban baik bagi kepala daerah sebagai pembina kepegawaian
daerah maupun kepala SKPD atau kepala lembaga-lembaga di pemerintah,"
katanya.
Kesimpulan
Politik merupakan kegiatan
untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga
dapat digambarkan, yaitu adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama. Kata politik sendiri di ambil dari
bahasa Yunani yaitu polis dan teta. Menurut
Hans Kelsen politik memiliki 2 arti, yaitu politik sebagai etik dan politik
sebagai tehnik. Sedangkan menurut Roger F Soltau, politik adalah Bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan itu. Menurutnya politik membuat konsep-konsep pokok tentang negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision marking), kebijaksanaan (policy of beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). Oleh karena itu secara garis besar definisi atau makna dari "POLITIK" ini adalah sebuah perilaku atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan dalam tatanan Negara agar dapat merealisasikan cita-cita Negara sesungguhnya, sehingga mampu membangun dan membentuk Negara sesuai rules agar kebahagian bersama didalam masyarakat disebuah Negara tersebut lebih mudah tercapai. Contoh kasus untuk politik banyak kita temui di Indonesia salah
satunya adalah kasus korupsi, Karen kasus korupsi itu dapat merusak cita-cita
pada bangsa Indonesia.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar